MAKASSAR — Slow respon Dnas Perhubungan Pemprov Sulsel atas sorotan public terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan soal adanya selisih antara Kilometer Tempuh Riil dengan Kilometer angkutan massal berbasis jalan di kawasan perkotaan dengan skema pembelian layanan (Buy The Service/BTS) oleh Direktorat Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan Layanan di Kota Makassar mulai memantik reaksi sejumlah lembaga pegiat antikorupsi.
Kali ini turut datang dari LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) maupun Polda Sulsel menurunkan Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit khusus atau investigasi terhadap adanya temuan selisih antara Kilometer Tempuh Riil dengan Kilometer angkutan massal berbasis jalan di kawasan perkotaan di Kota Makassar.
“Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Perhubungan tahun 2021 ditemukan dugaan penyimpangan adanya selisih antara Kilometer Tempuh Riil dengan Kilometer angkutan massal berbasis jalan di kawasan perkotaan di Kota Makassar. Nah, kami minta Kejati maupun Polda masuk menindaklanjuti temuan lembaga auditor negara tersebut,”tegas Ahmad Zulkarnaen, aktivis LSM LIRA kepada celebesnews.co.id pada, Senin (18/9/2023).
Menurutnya, Kementerian Perhubungan telah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk subsidi kehadiran kendaraan angkutan massal tersebut. Karena itu, temuan yang ada harus diusut tuntas.
Dia berharap dengan adanya hasil dari rekomendasi audit pertama oleh BPK terhadap selisih yang terjadi akan menjadi pintu masuk lembaga penegak hukum masuk mengusut adanya dugaan potensi kerugian keuangan negara.
“Kalau sampai hasil audit investigasi BPK nanti menyebutkan ada potensi kerugian negara, maka persoalan itu bisa dilimpahkan ke aparat penegak hukum karena ada potensi terjadi tindak pidana korupsi dalam belanja pembelian layanan (Buy The Service/BTS),”ujarnya.
Sebelumnya BPK menyatakan ada selisih antara Kilometer Tempuh Riil dengan Kilometer angkutan massal berbasis jalan di kawasan perkotaan dengan skema pembelian layanan (Buy The Service/BTS) oleh Direktorat Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan Layanan di Kota Makassar.
Nilai subsidi yang dibayarkan Kemenhub dalam skema BTS ini adalah sebesar capaian kilometer prestasi setiap bus dikalikan dengan Biaya Operasional Kendaraan (BOK). Kilometer prestasi adalah kilometer layanan setelah dikurangi kilometer sanksi apabila ada pelanggaran sedangkan BOK merupakan biaya per kilometer setiap kendaraan.
Berdasarkan hasil perhitungan kilometer layanan dalam sistem BTS Checker diketahui terdapat perbedaan jumlah kilometer layanan riil dengan jumlah kilometer layanan hasil rekonsiliasi antara manajemen pengelola, manajemen fleet, dan operator.
Berdasarkan perhitungan ulang atas kilometer layanan sesuai dengan data odometer, penambahan kilometer kosong sebesar 3%, serta pengurangan kilometer sanksi sesuai Peraturan Dirjen Perhubungan Darat Nomor KP.2750/AJ.007/DRJD/2020 tentang Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran pada Penyelenggaraaan Angkutan Penumpang Umum Perkotaan dengan Skema Pembelian Layanan, terdapat selisih antara realisasi kilometer bus riil dengan realisasi kilometer layanan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor KP.792/AJ.205/DRJD/2021 tentang Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor KP.2752/AJ.206/DRJD/2020 tentang Pedoman Teknis Perhitungan Biaya Operasional Kendaraan Subsidi Angkutan Penumpang Umum Perkotaan tidak implementatif;
Dan terjadinya selisih kurang kilometer layanan dapat menimbulkan timbulnya potensi kerugian negara.
Terpisah, Plt Kepala Dinas Perhubungan Pemprov Sulsel berusaha dikonfirmasi oleh celebesnews melalui surat permintaan konfirmasi terkait tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan tersebut sejak pekan lalu hingga berita ini diturunkan tidak memberikan tanggapan dan jawaban. (cn)