FOTO : Presiden Limit, Mamat Sanrego
MAKASSAR — Temuan kasalahan penganggaran pada Dinas Perikanan Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan mulai memantik reaksi sejumlah aktivis dan pegiat antikorupsi. Muncul desakan agar Aparat Penegak Hukum (APH), baik dari Kejaksaan Tinggi maupun Polda Sulsel untuk mengusut temuan tersebut dengan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit dengan tujuan tertentu dalam rangka kepentingan penyelidikan.
Presiden Limit, Mamat Sanrego kepada celebesnews.co.id pada, Selasa (11/4/2023) mengungkapkan, terkait temuan BPK pada Dinas Perikanan tersebut tentu perlu ada sanksi yang harus dilaksanakan atas pelanggaran tersebut. Apakah itu sanksi administrasi atau sanksi lainnya.
Pihak BPK sendiri dinilai perlu melaksanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau pemeriksaan investigatif untuk memeriksa kemungkinan adanya tindak pidana korupsi dalam temuan kesalahan administrasi tersebut.
Tentunya, BPK tidak perlu lagi melaporkan hal itu kepada penegak hukum untuk selanjutnya dilakukan penyidikan (pasal 8 ayat (3), (4) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK).
“Nah, ini akan lebih bagus lagi bila Kejaksaan maupun Polda masuk menindak lanjuti temuan BPK tersebut, dan meminta dilakukan audit dengan tujuan tertentu. Masalah administrasi ini tidak boleh dipandang sebagai persoalan biasa-biasa saja, tidak sedikit kasus-kasus dugaan korupsi karena barawal dari masalah administrasi,”ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, dengan mengacu pada undang-undang yang lain. Yakni, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, yaitu pasal 64 ayat (1). Dalam pasal itu dituliskan, bendahara, pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana.
Pasal ini terkesan alternatif. Namun, dengan adanya sanksi pidana pada pasal ini, maka setiap hasil pemeriksaan (LHP) BPK yang mengandung indikasi merugikan keuangan negara seyogyanya harus dilaporkan ke instansi berwenang (Kejaksaan dan POLRI).
Karena, untuk melihat apakah terjadinya kerugian negara itu diakibatkan adanya perbuatan melawan hukum merupakan wewenang penyidik. Kewenangan BPK hanya pada menetapkan ganti rugi yang merupakan sanksi administrasi.
Sementara, penegak hukum adalah menemukan adanya perbuatan pidana. Dan, untuk selanjutnya memberikan sanksi pidana.
Mamat mengatakan, sekalipun temuan BPK tidak pro yustisia, tapi bersifat administratif, tapi justru di bidang pelanggaran administratif itulah kemungkinan munculnya tindak pidana korupsi.
Kalau tidak ada pelanggaran administratif, maka tidak ada korupsi. Jadi korupsi itu sumbernya pada administrasi yang tidak tertib.
“Nah, kembali ke soal kesalahan penganggaran ini, meski pada peristiwa ini terdapat kerugian negara. Namun, unsur perbuatan melawan hukumnya mesti diusut,”paparnya.
Dalam LHP BPK saat ada temuan, pesoalan ini disebabkan Kepala OPD tidak cermat.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pangkep, Hj Kusmawati SH menjelaskan, kesalahan tersebut disebabkan oleh penerapan awal Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) yang belum tersosialisasi dengan baik pada saat itu.
Oleh karena itu, terkait dengan hal tersebut diatas, tidak menimbulkan adanya kerugian negara karena anggaran tersebut sudah dibelanjakan sesuai peruntukannya dan temuan tersebut hanya bersifat administratif serta temuan LHP BPK tersebut sudah ditindak lanjuti untuk tahun 2022 dan 2023 terhadap kegaiatan yang sama. “Kami sudah menyesuaikan akun belanja dimaksud sesuai petunjuk dan arahan dari BPK,”jelas ibu kadis. (cn)