Pakar Heran Pemprov Sulsel Bisa Sampai Dua Kali Dapat WTP Padahal ada Indikasi Anggaran Fiktif Rp1,5 T

0
169

MAKASSAR– Pakar pemerintahan Universitas Hasanuddin Sukri Tamma, mengomentari kondisi keuangan Pemprov Sulsel saat ini. Terlebih ada indikasi anggaran fiktif Rp1,5 triliun.

Sukri mengatakan kondisi ini sangat sulit dimengerti. Sebab, keuangan pemerintah merupakan sistem formal yang jelas pencatatannya. Sehingga, selisih sangat besar ini mengundang banyak persepektif.

Indikasi pertama, bisa saja unsur perencanaan tidak bagus. Kedua, ada unsur kesengajaan, dan ketiga ada hal buruk dalam proses pencatatannya

Terlebih lagi, dalam beberapa waktu Pemprov mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

“Keuangan pemerintahan hal yang pasti. Kalau ada yang begini, pertama bisa saja perencanaannya buruk. Kedua, saya sangat berhati-hati menyebut ini, bisa saja ada unsur kesengajaan karena kepentingan lain. Ketiga pencatatan yang tidak bagus, sulit dipercaya. Apalagi dapat WTP, itu pencatatan, mungkin pencatatannya tidak bagus,” ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, apapun alasannya, jika kondisi ini benar maka dipastikan ada sistem yang keliru atau bahkan tidak jalan.

“Bisa saja ada sistem yang bermasalah. Karena aliran keluar masuk uang itu jelas, bukan barang siluman yang ada atau hilang begitu saja tanpa catatan,” tambahnya.

Telusuri Jejaknya

Akan tetapi, banyaknya pemangkasan anggaran juga bisa menjadi indikasi ada sejumlah proyek, program, atau pekerjaan yang dipaksakan. Sehingga, muaranya kembali kepada tambahan utang.

“Tapi kan selisihnya jangan Rp1,5 triliun juga. Kok ada pekerjaan yang tidak ada duitnya, kenapa dipaksakan?,” kata dia.

Sukri juga yakin betul, Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin mampu mencermati hal ini dengan baik. Terlebih lagi, dia sudah menyampaikan kepada publik.
Sehingga, dia dianggap sudah siap untuk mengatasi semua permasalahan ini.

”Saya rasa pak Pj bijak melihat ini. Pasti ada jejak, hulu dan hilirnya ke mana,” terangnya.

Sukri mengatakan, berkaitan arah kebijakan yang akan diambil harus disesuaikan dengan kondisi. Hemat belanja bisa jadi solusi, tetapi menelusuri penyebab munculnya anggaran fiktif itu harus dituntaskan juga.

”Kebijakannya, Pak Pj pasti melihat itu. Salah satunya ya bisa dengan pengetatan belanja. Tetapi bukan sekadar pengetatan, yang perlu ditelusuri kenapa bisa terjadi angka selisih yang sangat besar,” tutupnya. (*/fjr)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here