Nah, Kini Giliran Pegawai BBWS Pompengan Jalani Pemeriksaan di Kejati Soal Kasus Pembangunan Bendungan Passeloreng Wajo

0
208

MAKASSAR — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) terus menggenjot proses penyidikan kasus dugaan mafia tanah dalam Kegiatan Pembayaran Ganti Rugi Lahan Pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo tahun anggaran 2021.

Usai menggeledah Kantor Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pembangunan Bendungan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Provinsi Sulsel dan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Wajo, kini penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel mulai melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.

Terbaru, penyidik Pidsus Kejati Sulsel memanggil dan memeriksa lima pejabat BBWS Pompengan sebagai saksi atas kasus ini. Pemeriksaan sendiri dilakukan sebagai langkah awal dalam mengusut kasus yang disebut-sebut merugikan negara sebesar Rp75,6 miliar itu.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi mengatakan, lima orang saksi yang telah diperiksa dan dimintai keterangannya pihaknya itu terdiri dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Tanah, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Pengadaan Tanah, dan Pejabat Pengadaan Tanah.

“Penyidik periksa beberapa saksi. Mereka diperiksa terkait proses serta prosedur pengadaan tanah dalam proyek pembangunan Bendungan Paselloreng,” singkat Soetarmi saat diwawancara oleh media pada, Minggu (13/8/2023).

Sebelumnya diungkapkan, selain memeriksa sejumlah pihak terkait, penyidikan Kejati Sulsel juga konsen menelusuri adanya dugaan keterlibatan sejumlah oknum BPN (Badan Pertanahan Negara), Kabupaten Wajo. Seperti dugaan rekayasa penerbitan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) terhadap 246 bidang tanah pada lokasi pembagunan proyek strategis nasional itu.

Di mana pada tahun 2015, Balai Besar wilayah sungai Pompengan Jeneberang (BBWS) telah meminta kepada pihak BPN Kabupaten Wajo, agar menyediakan lahan pembangunan fisik bendungan, Kecamatan Gilireng, di kabupaten itu.

Bahkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Sulsel, terkait lokasi pengadaan tanah. Sebagian lokasi tersebut berada pada Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT), Lapaiepa dan Lapantungo yang terletak di Desa Paselloreng, Kabupaten Wajo. Lalu dalam proses itu ada perubahan Kawasan Hutan dalam rangka review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulsel.

Hingga akhirnya pada tanggal 28 Mei 2019, diterbitkan lah Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, tentang perubahan kawasan Hutan menjadi bukan Hutan, dengan Kawasan Hutan seluas 91.337 HA. Perubahan fungsi kawasan hutan seluas + 84.032 dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas + 1.838 HA.

Di mana pada tahun 2015, Balai Besar wilayah sungai Pompengan Jeneberang (BBWS) telah meminta kepada pihak BPN Kabupaten Wajo, agar menyediakan lahan pembangunan fisik bendungan, Kecamatan Gilireng, di kabupaten itu.

Bahkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Sulsel, terkait lokasi pengadaan tanah. Sebagian lokasi tersebut berada pada Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT), Lapaiepa dan Lapantungo yang terletak di Desa Paselloreng, Kabupaten Wajo. Lalu dalam proses itu ada perubahan Kawasan Hutan dalam rangka review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulsel.

Inilah yang sementara ditelusuri oleh tim penyidik, terkait klaim tanah. Berdasarkan sporadik yang diterbitkan tersebut telah mendapatkan uang pembayaran ganti rugi,” ujar Soetarmi sebelumnya.

Dia juga menyebut, dalam pembayaran lahan tersebut dianggap telah memenuhi syarat untuk dibayarkan. Hal itu berdasarkan hasil verifikasi oleh Satgas A dan Satgas B untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian.

Kemudian, dituangkan dalam daftar nominatif pengadaan tanah Bendungan Paselloreng yang selanjutnya diserahkan kepada Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menilai harga tanah dan tanaman serta jenis dan jumlahnya.

Hanya saja dalam pelaksanaannya, KJPP yang ditunjuk itu hanya menilai harga tanah dan tidak melakukan verifikasi jenis dan jumlah tanaman, tetapi hanya berdasarkan sampel saja. Berdasarkan hasil penilaian harga tanah dan tanaman tersebut, BBWS Pompengan meminta Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Kementerian Keuangan sebagai lembaga yang membiayai pengadaan tanah tersebut.

Sehingga LMAN melakukan pembayaran terhadap bidang tanah sebanyak 241 bidang tanah seluas + 70,958 Hektar dengan total pembayaran sebesar Rp75,63 miliar.

Namu kata Soetarmi, Konsultan jasa penilai publik tidak melakukan penelusuran secara utuh terkait tanah dan tanaman yang ditunjuk, mereka hanya melakukan secara sampling, tidak menyeluruh.

“Tim penyidik tengah merampungkan 300 dokumen barang bukti yang telah disita dan sebagai alat bukti surat,” sebutnya.

Sekedar diketahui, sejumlah dokumen dan perangkat elektronik di Kantor SNVT Pembangunan BBWS Pompengan Provinsi Sulsel dan Kantor BPN Kabupaten Wajo, disita penyidik Kejati Sulsel. Penyitaan itu dilakukan pada saat proses penggeledahan di dua kantor tersebut, Rabu (2/8/2023) lalu.

“Penggeledahan di dua tempat tersebut berlangsung secara serentak mulai Pukul 13.00 Wita dan masing-masing tim telah mengamankan berupa dokumen ataupun barang bukti lainnya terkait kasus ini,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada awak media.

Adapun barang yang disita dari kantor SNVT BBWS Pompengan Provinsi Sulsel berupa 89 bundel dokumen, yang terdiri dari dokumen tahapan persiapan perencanaan pengadaan tanah, dokumen perencanaan pengadaan tanah, dokumen pelaksanaan pengadaan tanah, dan daftar nominatif pengadaan tanah Bendungan Paselloreng.

“Termasuk, laporan penilaian pengadaan jasa penilai (appraisal) pengadaan tanah Bendungan Paselloreng dan dokumen kuitansi penerimaan ganti rugi,” sebutnya.

Sementara dari kantor BPN Kabupaten Wajo, penyidik Kejati Sulsel menyita sejumlah dokumen diantaranya 13 bundel dokumen yang terdiri dari dokumen eks kawasan hutan nomor urut 1-200, daftar nominatif pengadaan tanah Bendungan Paselloreng, kwitansi penerimaan ganti kerugian pengadaan tanah proyek strategis nasional pembangunan Bendungan Paselloreng, dan validasi pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang dan peta bidang tanah.

Leonard menjelaskan, dokumen-dokumen maupun barang bukti yang dista pihaknya itu selanjutnya akan dilakukan penelitian dan diajukan penyitaan sebagai alat bukti surat dan barang bukti yang akan digunakan untuk pembuktian dugaan mafia tanah pada kegiatan pembayaran ganti rugi lahan pada proyek strategis nasional pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo Tahun 2021.

“Tim akan meneliti setiap dokumen dan barang bukti yang di sita di dua tempat tadi. Dokumen-dokumen itu juga akan kita kroscek dengan sejumlah saksi, dan kemudian selanjutnya dokumen-dokumen itu akan kita ajukan penyitaan sebagai alat bukti untuk digunakan dalam pembuktian kasus ini,” ungkap Leonard.

Terakhir, orang nomor satu di Kejati Sulsel itu menegaskan, agar seluruh saksi-saksi maupun pihak lainnya untuk tidak merintangi atau mencoba menggagalkan proses penyidikan yang dilakukan pihaknya.

Diapun pengancam, jika hal tersebut dilakukan maka Tim Penyidik Kejati Sulsel tidak akan ragu menindak tegas para pelaku sesuai pasal 21 Undang-undang No. 31 tahun 1999 Jo Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi.

“Saya menghimbau kepada pihak-pihak terkait lainnya untuk tidak mempercayai oknum-oknum yang mengatas namakan Kejaksaan ataupun mencoba mengurus atau menawarkan penanganan Tindak Pidana Korupsi ini,” tegasnya. (rs)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here