MAKASSAR — Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar tiba-tiba menarik perhatian dari sejumlah kalangan aktivis LSM di Makassar.
Ditelisik dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 31 Desember 2021, kekayaan Rektor Unhas ini sebesar Rp 7.358.548.032, kemudian pada Desember 2022 naik menjadi Rp 8.009.856.630
Salah satu aktivis LSM, Mulyadi kepada celebesnews.co.id pada Senin (16/7/2023) mempertanyakan kewajaran atas laporan harta kekayaan milik Rektor Unhas tersebut. “Jangan sampai muncul kesan ke publik bahwa tak ada deteksi atas kewajaran laporan harta kekayaan milik pak Rektor ini. Kami mempertanyakan apakah benar-benar semua aset dan barang yang ada telah masuk semua tercatat pada laporan LHKPN di KPK,”ujarnya.
Mulyadi meyakini bahwa fenomena umum yaitu adanya sejumlah pejabat berharta tidak wajar atau tidak jujur dalam melaporkan LHKPN, telah marak terjadi. Oleh karena itu, kasus ini tidak cukup ditindaklanjuti dengan penindakan yang kasuistik dan jangka pendek. Evaluasi dan pembenahan pengendalian internal institusi negara, pemanfaatan LHKPN sebagai instrumen pencegahan korupsi, serta kembali menimbang urgensi pengundangan illicit enrichment (peningkatan kekayaan secara tidak sah) perlu dilakukan.
Sementara itu, penyelenggara negara sejatinya patuh terhadap aturan perundangan yang mengatur, termasuk kewajiban memberikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) sebagai bagian dari asas transparansi. Sebaliknya, pengabaian terhadap kewajiban tersebut sebagai bentuk ketidakpatuhan penyelenggara negara terhadap UU.
Diketahui kewajiban melaporkan LHKPN ini berdasarkan Pasal 5 ayat (3) menyatakan, “Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk: melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat”. Hal itu dikuatkan dengan Keputusan KPK Nomor: KEP.07/ IKPK/02/ 2005 Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayan Penyelenggara Negara.
Pasal 2 ayat (1) menyatakan, “Setiap PN (Penyelenggara Negara) berkewajiban melaporkan seluruh harta kekayaan yang dimilikinya sebelum, selama dan setelah memangku jabatannya kepada KPK dengan mengisi LHKPN”.
Mulyadi menambahkan, LHKPN ini sebagai bentuk tanggungjawab hukum pejabat negara sekaligus sebagai bentuk ruang kontrol terhadap dugaan tindak pidana korupsi. “Jadi ini ruang kontrol dari hal-hal berbau korupsi. Kalau pejabat negara ini tidak ada dugaan korupsi, tentu tidak ada beban melaporkan LHKPN ke KPK,” ujarnya.
Terpisah, Rektor Unhas, Prof Dr Jamaluddin Jompa yang berusaha dikonfirmasi oleh celebesnews melalui permintaan surat konfirmasi dialamatkan ke rumah jabatan sejak pekan lalu hingga berita ini diturunkan tidak memberikan tanggapan dan jawaban. (cn)