MAKASSAR — Desakan kepada Kejaksaan Tinggi maupun kepada Polda Sulsel untuk membongkar adanya indikasi perbuatan tindak pidana korupsi pada pembayaran gaji tenaga ahli Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang melebihi standar pengadaan harga barang dan jasa terus memantik reaksi aktivis dan pegiat antikorupsi.
Para pegiat dan aktivis korupsi meminta kejaksaan dan kepolisian mengusut pembayaran gaji TGUPP dan segera memeriksa semua pihak-pihak terkait.
“Kami menantang Kejati dan Polda Sulsel mengusut pembayaran gaji TGUPP di Pemprov Sulsel. Kami ingin persoalan ini menjadi atensi lembaga penegak hukum tersebut. Kami menduga adanya indikasi perbuatan tindak pidana korupsi karena standar untuk harga sudah ada berdasarkan peraturan gubernur, namun tidak dijalankan, sehingga kami mempertanyakan dasar harga pembayaran gaji ini dari mana,” tegas Mulyadi SH, koordinator aktivis LSM antikorupsi Sulawesi Selatan kepada celebesnews.co.id pada, Minggu (5/3/2023).
Diketahui, dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kantor perwakilan Sulawesi Selatan menemukan bukti pertanggungjawaban atas belanja jasa tenaga ahli pada Bappelitbangda Pemprov Sulsel terdapat realisasi pembayaran per bulannya tidak sesuai dengan Standar Satuan Harga (SSH) yang ditetapkan melalui keputusan peraturan Gubernur.
SSH merupakan harga tertinggi yang besarannya tidak dapat dilampaui dalam pelaksanaan anggaran kegiatan dan untuk dipedomani bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah. Berdasarkan SSH ditetapkan besaran jasa tenaga ahli yang
harus dibayarkan per bulan senilai Rp3.165.876,00. Namun BPK menemukan realisasi pembayaran jasa tenaga ahli TGUPP yang tidak sesuai dengan standar harga bahkan total mencapai miliaran rupiah.
Gubernur Sulawesi Selatan membentuk TGUPP berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 148 Tahun 2018 tentang TGUPP dengan susunan organisasi terdiri atas Ketua, Anggota, Tenaga Ahli, dan Sekretariat.
Kepala Bappelitbangda selaku Pengguna Anggaran dalam merealisasikan belanja tidak diduga berpedoman pada ketentuan perundang-undangan.
Selain itu, TAPD menetapkan besaran hak keuangan TGUPP dan Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur tidak berpedoman pada Standar Satuan Harga Barang dan Jasa.
Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2021 lampiran halaman 36 menjelaskan bahwa “Dalam penetapan besaran alokasi belanja daerah, Pemerintah Daerah berpedoman pada standar harga satuan regional, analisis standar belanja, rencana kebutuhan barang milik daerah dan/atau standar teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, yang selanjutnya digunakan untuk menyusun RKA-SKPD dalam penyusunan
rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
SSH merupakan batasan harga tertinggi dan sudah termasuk pajak yang berlaku untuk dipedomani bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam Penyusunan Perencanaan dan Pelaksanaan Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran APBD TA 2021.
Selain itu, SK Gubernur Sulsel Nomor 594/III/TAHUN 2021 yang mengatur terkait besaran pembayaran jasa atas TGUPP per bulan ditetapkan pada tanggal 2 Maret 2021 dimana proses penyusunan dan penetapan APBD Pokok telah
dilakukan sebelumnya sehingga dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2020 seharusnya penetapan besaran jasa tenaga ahli seharusnya berpedoman pada SSH.
BPK memerintahkan kepada Kepala Bapelitbangda untuk membayar hak keuangan TGUPP dan Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur dengan berpedoman pada aturan yang berlaku dan Standar Satuan Harga Barang dan Jasa.
Terpisah, Kepala Bapelitbangda Pemprov Sulsel berusaha dikonfirmasi oleh celebesnews.co.id terkait tindak lanjut temuan BPK tersebut melalui surat permintaan konfirmasi dan klarifikasi sebanyak dua kali sejak dua hingga berita ini diturunkan tidak memberikan tanggapan dan jawaban. (cn)