FOTO : Aktivis antikorupsi, Mulyadi SH
MAKASSAR — Aktivis dan pegiat antikorupsi meminta Kejaksaan Tinggi maupun Polda Sulsel mengusut dugaan penyimpangan dan potensi kerugian negara pada proyek peningkatan Jalan Ruas Parigi – Bungoro Kabupaten Barru tahun 2021.
Dasarnya adalah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa menjadi pintu masuk aparat penegak hukum menindak lanjuti dan mengusut proyek dengan anggaran Rp 25.874.700.000,00 tersebut yang dikerjakan oleh perusahaan PT. JUM
Dalam audit BPK, menemukan indikasi penyimpangan dalam proyek senilai Rp25.874.700.000,00 ini. Adapun temuan indikasi penyimpangan yang dimaksud, pembangunan proyek infastuktur jalan tersebut terdapat keterlambatan penyelesian pekerjaan, PPK belum memperhitungkan denda keterlambatan. Jumlah hari keterlambatan pada saat cek fisik adalah sebanyak 101 hari.
Diketahui peningkatan Jalan Ruas Parigi – Bungoro dilaksanakan oleh PT. JUM berdasarkan kontrak Nomor 04/KONTRAK/PJ DAU-BM/PUPR/X/2021 tanggal 18 Oktober 2021 dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 25.874.700.000,00. Berdasarkan SPMK nomor 04/SPMK/PJ DAU-BM/DPUPR/X/2021, waktu pekerjaan selama 74 hari kalender dari 18 Oktober 2021 s.d. 31 Desember 2021.
Sementara pada tanggal 31 Desember 2021, pekerjaan belum selesai dikerjakan. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mencatat aset jalan yang belum selesai dikerjakan tersebut sebagai Konstruksi Dalam Penyelesaian pada KIB F Simda dengan nilai sebesar Rp 18.138.164.700,00
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 April 2022 bersama dengan staf Inspektorat, Pejabat Pembuat Komitmen, Pelaksana Kegiatan, dan konsultan pengawas. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap back up data kuantitas pekerjaan pendukung MC-02
Pemeriksaan fisik di lapangan menunjukkan pekerjaan belum selesai.
Walaupun mengalami keterlambatan penyelesaian pekerjaan, tidak ada surat peringatan kepada rekanan dari PPK. Berdasarkan perhitungan konsultan pengawas, progres pekerjaan baru mencapai 43,12%.
Atas belum selesainya penyelesaian pekerjaan tersebut, PPK dan rekanan telah membuat addendum perpanjangan masa penyelesaian pekerjaan dengan nomor 04/Add.II-Kontrak/PJ DAU-BM/PUPR/II/2022 tanggal 11 Februari 2022.
Dalam addendum tersebut, PPK memberikan waktu kepada rekanan untuk menyelesaikan pekerjaan selama 240 hari, dan dikenakan denda untuk setiap hari keterlambatan
Atas keterlambatan penyelesian pekerjaan, PPK belum memperhitungkan denda keterlambatan.
Jumlah hari keterlambatan pada saat cek fisik adalah sebanyak 101 hari. Dengan demikian, denda keterlambatan minimal adalah sebesar Rp 2 miliar lebih.
Sementara itu, salah satu aktivis LSM antikorupsi Sulawesi Selatan, Mulyadi SH kepada celebesnews.co.id pada, Selasa (14/11/2023) menilai kondisi seperti ini terjadi karena Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), hingga Pejabat Penerima Hasil Pekarjaan (PPHP) tidak bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang ada.
Sehingga, pekerjaan tetap dibayarkan walaupun kenyataannya terdapat permasalahan.
“Kalau kami membaca, kurang bekerjanya mulai dari PPK, PPTK, sampai PPHP. Sehingga terjadinya pembayaran kegiatan. Kalau pejabat maksimal, ini tidak akan terjadi,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia meminta Kejati maupun Polda Sulsel segera memanggil dan memeriksa semua pihak terkait. “Kalau penyidik menemukan adanya indikasi tindak pidana dan dua alat bukti permulaan yang cukup terkait temuan BPK ini, maka harus lanjut ke ranah hukum. Kami kira tidak adalah yang betul-betul kebal hukum kalau memang bersalah, proyek ini perlu mendapat atensi dari aparat penegak hukum,”tandasnya.
Terpisah Kepala Dinas PUTR Kabupaten Barru berusaha dikonfirmasi oleh celebesnews beberapa kali melalui surat permintaan konfirmasi terkait temuan BPK ini, tidak merespon dan memberikan tanggapan. ( Laporan : Ichal )