JAKARTA — Mantan Ketua KPK Abraham Samad mengatakan surat perintah penangkapan (sprinkap) kepada Syahrul Yasin Limpo (SYL) cacat administrasi. Kesalahan itu dinilai memalukan bagi lembaga sebesar KPK.
“Jadi, setelah saya mengamati dan menganalisis surat itu, dia cacat administrasi atau maladministrasi,” kata Abraham saat dihubungi, Sabtu (14/10/2023).
Surat penangkapan SYL terbit pada Rabu (11/10). Surat itu ditandatangani oleh penyidik dan Ketua KPK Firli Bahuri. Hal yang menjadi sorotan ialah keterangan pimpinan KPK dan ‘selaku penyidik’ yang tertera pada bagian yang ditandatangani Firli.
Hal itu dinilai menyalahi aturan di UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Dalam aturan itu diketahui status penyidik dan penuntut umum tidak lagi melekat pada pimpinan KPK.
“Di KPK, ada SOP harus berhati-hati, kehati-hatian. Makanya saya nggak habis pikir, kok secara administrasi bisa amburadul, padahal ini hal yang sepele. Ini sebenarnya agak memalukan karena cacat administrasi,” katanya.
Di satu sisi, Abraham menilai penangkapan SYL tetap sah secara hukum. Dia mengatakan surat penangkapan mantan Menteri Pertanian itu hanya cacat secara administrasi, tapi tidak secara hukum.
“Jadi harus dibedakan maladministrasi dengan cacat hukum. Kenapa cuma cacat maladministrasi, karena di sebelahnya ada tanda tangan penyidik, berarti sah surat itu. Oleh karena itu, penangkapan SYL sah, tidak batal demi hukum. Kalau dia cacat administrasi, jalan keluarnya surat itu diganti, diperbaiki. Tapi penangkapan SYL sah demi hukum,” katanya.
Penjelasan KPK
KPK sebelumnya buka suara soal surat penangkapan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri dengan keterangan ‘selaku penyidik’. KPK menilai persoalan tersebut hanya urusan teknis.
“Tidak usah dipersoalkan urusan teknis seperti itu. Soal beda tafsir UU saja. Semua administrasi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ada aturan tata naskah yang berlaku di KPK,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dihubungi, Jumat (13/10).
“Pimpinan KPK sebagai pengendali dan penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi, maka secara ex officio harus diartikan juga pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum. Itu artinya pimpinan KPK tetap berwenang menetapkan tersangka dan lain-lain,” sambungnya.
Dari dokumen yang dilihat detikcom, Jumat (13/10/2023), surat penangkapan itu terdiri atas dua halaman. Halaman pertama memuat nama 19 penyidik yang diperintahkan menangkap SYL.
“Melakukan penangkapan terhadap tersangka. Nama lengkap: Syahrul Yasin Limpo,” demikian isi surat perintah penangkapan SYL.
Dalam surat tersebut, dijelaskan pasal korupsi yang menjerat SYL. Politikus NasDem itu dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12B.
“Membawa tersangka ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Jl Kuningan Persada Kav 4 Setiabudi, Jakarta Selatan, untuk dilakukan pemeriksaan,” demikian lanjutan isi surat perintah penangkapan SYL.
Di akhir surat, termuat dua tanda tangan dari internal KPK. Di sebelah kiri bawah surat ditandatangani oleh salah seorang penyidik.
Sementara itu, di bagian kanan bawah tertera tanda tangan Firli Bahuri lengkap dengan stempel resmi KPK. Tanda tangan Firli itu juga disertai keterangan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Selaku Penyidik. (dtk)