POLITIK bukan tujuan. Politik adalah proses. Filosofi ini tertanam betul pada diri Brigjen Pol (Purn) Adeni Muhan Daeng Pabali. Pengabdian Itu Tidak Berujung. Pernah menjabat sebagai salah satu petinggi di Kepolisian RI masih saja mengajarinya untuk menjalani proses panjang menuju tujuan politik. “Tujuan politik itu satu…pengabdian. Dan pengabdian itu tidak berujung,” ujarnya singkat.
Kata Brigjen Pol (Purn) Adeni Muhan Daeng Pabali atau lebih akrab disapa ‘Puang Tindizz’ terlalu banyak yang belum dilakukan untuk rakyat. Menjadi pejabat di kepolisian rasanya belum cukup, karena itu ia berharap pengabdian itu bisa terus berjalan. “Saya ingin ujung dari pengabdian kami sebagai orang yang pernah menjabat di kepolisian RI sampai saat ini adalah kesejahteraan. Rakyat harus bisa lebih baik dari hari ini. Itu obsesi kami. Kami tidak akan berhenti sebelum sampai ke arah itu,” paparnya.
‘Puang Tindizz’ mengawali karier dari bawah, tokoh masyarakat dan berbagai elemen organisasi tidak heran bila kemudian ia juga menjadi incaran banyak kalangan untuk didaulat sebagai pembina atau penasehat pada berbagai komponen organisasi besar.
Tak heran tawaran kekuasaan datang silih berganti. Tak sedikit yang memberinya iming-iming besar. Termasuk materi, kedudukan. Juga janji masa depan politik. Tapi semua itu tak lantas membuatnya silau. Euforia yang ditawarkan tidak mengikis ideologi ‘Puang Tindizz’ untuk berlabuh sebagai pemong pelayan masyarakat kedepan.
“Saya akan tetap mengabdikan diri sebagai pelayan dan akan selalu setia pada masyarakat demi kesejahteraan dan kemajuan daerah ini,” katanya.
Tantangan-tantangan untuk mengabdikan diri dan ikut berbuat memajukan daerah ini menurut ‘Puang Tindizz’ berimplikasi baik pada semangat dirinya untuk tidak berhenti terus mengabdi.
Meski di satu sisi ada saja orang-orang yang sempat pesimis. “Saya merasakan betul bagaimana tantangan yang ada, namun pernah menjabat sebagai salah satu petinggi di Polri memberi banyak pelajaran dan pengalaman hingga kembali terpanggil untuk bisa berbuat lebih besar kepada masyarakat.
‘Puang Tindizz’ mengatakan, mengabdi itu seperti candu. Seseorang selalu merasa terikat dengannya. Semakin kita memahami esensi pengabdian semakin terasa kecil apa yang kita berikan pada orang. “Selalu ada dorongan untuk berbuat lebih. “Dulu saya pikir cukup dengan seperti jabatan yang ada seperti sekarang ini sudah cukup. Ternyata tidak, amanah yang diberikan rakyat masih besar dan itu perlu berkelanjutan,” paparnya.
Lantas apa lagi yang diharapkan ‘Puang Tindizz’ . Menurutnya, tidak pernah ada kata cukup untuk sebuah perbaikan. Apa perlu yang dicapai hingga bisa terus berkiprah tidak harus berhenti sampai disitu.
Pengabdian ini berkesinambungan dan selalu ada tuntutan dari waktu ke waktu.
Tugas ini tidak kalah rumitnya dengan tugas sebagai pelayan masyarakat. “Jadi prinsipnya sama saja. Tergantung bagaimana kita memaknai perjuangan kita kepada rakyat,” katanya.
Dua-duanya berada di medan berbeda, tetapi mengusung prinsip yang sama. Yakni demi rakyat. ( Laporan : Anchi Karaeng)