JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tegas melarang penjualan baju bekas impor. Keberadaan bisnis baju bekas impor dianggap bisa mengganggu industri tekstil dalam negeri. Di tengah naik daunnya bisnis berburu pakaian bekas atau thrifting di kalangan anaka muda, larangan ini pun menuai pro kontra.
Presiden Jokowi mendukung adanya larangan bisnis baju bekas impor atau thrifting tersebut karena bisnis tersebut sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri. Untuk itu, dia memerintahkan jajaran terkait untuk menindak bisnis thrifting itu. Menurutnya, sudah ada beberapa pelaku bisnis itu yang tertangkap.
“Yang namanya impor pakaian bekas mengganggu. Sudah saya perintahkan untuk mencari betul dan sehari dua hari sudah banyak yang ketemu. Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri,” kata Jokowi di Istora GBK, Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengungkapkan ada 234 penindakan terhadap impor baju bekas selundupan sepanjang tahun 2022. Dari jumlah tersebut tercatat ada 6.177 bal baju bekas yang diamankan.
“Sampai tahun 2022, Bea Cukai melakukan 234 penindakan terhadap baju bekas yang totalnya mencapai 6.177 bal,” kata Dirjen Bea Cukai, Askolani di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (14//2023).
Penindakan terhadap impor baju bekas terus dilakukan. Dalam 2 bulan terakhir, Ditjen Bea Cukai kembali melakukan 44 penindakan dengan barang bukti 1.700 bal baju bekas.
Dari pola penangkapan yang dilakukan, impor pakaian bekas ini melalui pesisir timur Sumatera, Batam dan Kepulauan Riau. Masuknya baju bekas ini didominasi melalui pelabuhan-pelabuhan tidak resmi.
“Didominasi lending spot dengan pelabuhan tidak resmi,” kata dia.
Tak hanya itu, ribuan ball pakaian bekas tersebut juga masuk dari pelabuhan-pelabuhan utama, mulai dari Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Mas, Pelabuhan Belawan dan Cikarang Dry Port. “Modusnya undeclair atau missdeclair, di mana diselipkan dari dominasi barang lainnya,” kata Askolani.
Berbagai modus tersebut membuat Askolani beserta jajarannya meningkatkan kewaspadaan, termasuk melakukan kerja sama dengan berbagai pihak seperti aparat penegak hukum yang berwenang. “Tentu ini menjadi risiko lintas batas dari titik pengawasan kita. Kita bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan sejauh ini bisa cukup solid dengan pengawasan yang ada,” pungkasnya. [azz]